Semangat Perjuangan

Sesiapa yang hendak mengetahui kedudukannya di sisi Allah maka lihatlah kedudukan Allah di dalam hatinya. Sesungguhnya Allah SWT meletakkan kedudukan hambanya di sisiNya sebagaimana hamba meletakkaNya di dalam dirinya."

Rabu, 19 Ogos 2009

Etika Makan dan Minum

Orang Muslim melihat makanan dan minuman itu sebagai sarana, dan bukan tujuan. Ia makan dan minum untuk menjaga kesehatan badannya karena dengan badan yang sehat, ia bisa beribadah kepada Allah Ta'ala dengan maksimal. Itulah ibadah yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ia tidak makan minum karena makanan dan minuman, serta syahwat keduanya saja.

Oleh karena itu, jika ia tidak lapar ia tidak makan, dan jika ia tidak kehausan maka ia tidak minum. Rasulullah saw. bersabda, "Kami adalah kaum yang tidak makan kecuali kami lapar, dan jika kami makan maka kami tidak sampai kekenyangan."

Etika Sebelum Makan

Etika sebelum makan adalah sebagai berikut :

1. Makanan dan minumannya halal, bersih dari kotoran-kotoran haram, dan syubhat, karena Allah Ta'ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepada kalian." (Al-Baqarah:172).

Yang dimaksud rizki yang baik ialah halal yang tidak ada kotoran di dalamnya.

2. Ia meniatkan makanan dan minumannya untuk menguatkan ibadahnya kepada Allah Ta‘ala, agar ia diberi pahala karena apa yang ia makan, dan ia minum. Sesuatu yang mubah jika diniatkan dengan baik, maka berubah statusnya menjadi ketaatan dan seorang Muslim diberi pahala karenanya.

3. Ia mencuci kedua tangannya sebelum makan jika keduanya kotor, atau ia tidak dapat memastikan kebersihan keduanya.

4. Ia meletakkan makanannya menyatu di atas tanah, dan tidak di atas meja makan, karena cara tersebut lebih dekat kepada sikap tawadlu', dan karena ucapan Anas bin Malik ra, "Rasulullah saw. pernah makan di atas meja makan atau di piring." (Diriwayatkan Al-Bukhari).

5. Ia duduk dengan tawadlu dengan duduk berlutut, atau duduk di atas kedua tumitnya, atau menegakkan kaki kanannya dan ia duduk di atas kaki kirinya, seperti duduknya Rasulullah saw., karena Rasulullah saw. bersabda,

"Aku tidak makan dalam keadaan bersandar, karena aku seorang budak yang makan seperti makannya budak, dan aku duduk seperti duduknya budak." (Diriwayatkan Al-Bukhari).

6. Menerima makanan yang ada, dan tidak mencacatnya, jika ia tertarik kepadanya maka ia memakannya, dan jika ia tidak tertarik kepadanya maka ia tidak memakannya, karena Abu Hurairah ra berkata, "Rasulullah saw. tidak pernah sekali pun mencacat makanan, jika beliau tertarik kepadanya maka beliau memakannya, dan jika beliau tidak tertarik kepadanya maka beliau meninggalkannya." (Diriwayatkan Abu Daud).

7. Ia makan bersama orang lain, misalnya dengan tamu, atau istri, atau anak, atau pembantu, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Berkumpullah kalian di makanan kalian niscaya kalian diberi keberkahan di dalamnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

Etika ketika sedang Makan

Di antara etika sedang makan ialah sebagai berikut:

1. Memulai makan dengan mengucapkan basmalah, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Jika salah seorang dari kalian makan, maka sebutlah nama Allah Ta'ala. Jika ia lupa tidak menyebut nama Allah, maka hendaklah ia menyebut nama Allah Ta‘ala pada awalnya dan hendaklah ia berkata, Dengan nama Allah, sejak awal hingga akhir." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

2. Mengakhiri makan dengan memuji Allah Ta‘ala, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Barangsiapa makan makanan, dan berkata, ‘Segala puji bagi Allah yang memberi makanan ini kepadaku, dan memberikannya kepadaku tanpa ada daya dan upaya dariku', maka dosa-dosa masa lalunya diampuni." (Muttafaq Alaih).

3. Ia makan dengan tiga jari tangan kanannya, mengecilkan suapan, mengunyah makanan dengan baik, makan dari makanan yang dekat dengannya (pinggir) dan tidak makan dari tengah piring, karena dalil-dalil berikut

Rasulullah saw. bersabda kepada Umar bin Salamah,

"Hai anak muda, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari makanan yang dekat denganmu (pinggir)." (Muttafaq Alaih).

"Keberkahan itu turun di tengah makanan. Maka oleh karena itu, makanlah dari pinggir-pinggirnya, dan janqan makan dari tengahnya." (Muttafaq Alaih).

4. Mengunyah makanan dengan baik, menjilat piring makanannya sebelum mengelapnya dengan kain, atau mencucinya dengan air, karena dalil-dalil berikut:

Rasulullah saw. bersabda,

"Jika salah seorang dari kalian makan makanan, maka ia jangan membersihkan jari-jarinya sebelum ia menjilatnya." (Diriwayatkan Abu Daud dan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

Ucapan Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw. memerintahkan menjilat jari-jari dan piring. Beliau bersabda,

"Sesungguhnya kalian tidak mengetahui di makanan kalian yang mana keberkahan itu berada." (Diriwayatkan Muslim).

5. Jika ada makanannya yang jatuh, ia mengambil dan memakannya, karena Rasulullah saw. bersabda,

"Jika sesuap makanan kalian jatuh, hendaklah ia mengambilnya, membuang kotoran daripadanya, kemudian memakan sesuap makanan tersebut, serta tidak membiarkannya dimakan syetan." (Diriwayatkan Muslim).

6. Tidak meniup makanan yang masih panas, memakannya ketika telah dingin, tidak bernafas di air ketika minum, dan bernafas di luar air hingga tiga kali, karena dalil-dalil berikut:

Hadits Anas bin Malik ra berkata, "Rasulullah saw. bernafas di luar tempat minum hingga tiga kali." (Muttafaq Alaih).

Hadits Abu Said Al-Khudri ra, bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di minuman. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

Hadits lbnu Abbas ra bahwa Rasulullah saw. melarang bernafas di dalam minuman, atau meniup di dalamnya. (Diriwayatkan At-Tirmidzi yang men-shahih-kannya).

7. Menghindari kenyang yang berlebih-lebihan, karena Rasulullah saw., bersabda,

"Anak Adam tidak mengisi tempat yang lebih buruk daripada perutnya. Anak Adam itu sudah cukup dengan beberapa suap yang menguatkan tulang punggungnya. Jika ia tidak mau (tidak cukup), maka dengan seperti makanan, dan dengan seperti minuman, dan sepertiga yang lain untuk dirinya." (Diriwayatkan Ahmad, Ibnu Majah, dan Al-Hakim. Hadits ini hasan).

8. Memberikan makanan atau minuman kepada orang yang paling tua, kemudian memutarnya kepada orang-orang yang berada di sebelah kanannya dan seterusnya, dan ia menjadi orang yang terakhir kali mendapatkan jatah minuman, karena dalil-dalil berikut:

Sabda Rasulullah saw.,

"Mulai dengan orang tua. Mulailah dengan orang tua."

Maksudnya, mulailah dengan orang-orang tua.

Rasulullah saw. meminta izin kepada Ibnu Abbas untuk memberi makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau, sebab Ibnu Abbas berada di sebelah kanan beliau, sedang orang-orang tua berada di sebelah kiri beliau. Permintaan izin Rasulullah saw. kepada Ibnu Abbas untuk memberikan makanan kepada orang-orang tua di sebelah kiri beliau itu menunjukkan bahwa orang yang paling berhak terhadap minuman ialah orang yang duduk di sebelah kanan.

Sabda Rasulullah saw.,

"Sebelah kanan, kemudian sebelah kanan." (Muttafaq Alaib).

"Pemberi minuman ialah orang yang paling akhir meminum."

9. Ia tidak memulai makan, atau minum, sedang di ruang pertemuannya terdapat orang yang lebih berhak memulainya, karena usia atau karena kelebihan kedudukannya, karena hal tersebut melanggar etika, dan menyebabkan pelakunya dicap rakus. Salah seorang penyair berkata,

Jika tangan-tangan dijulurkan kepada perbekalan,

Maka aku tidak buru-buru mendahului mereka,

sebab orang yang paling rakus ialah

orang yang paling buru-buru terhadap makanan.

10. Tidak memaksa teman atau tamunya dengan berkata kepadanya, ‘silakan makan', namun ia harus makan dengan etis (santun) sesuai dengan kebutuhannya tanpa merasa malu-malu, atau memaksa diri malu-malu, sebab hal tersebut menyusahkan teman atau tamunya, dan termasuk riya', padahal riya' itu diharamkan.

11. Ramah terhadap temannya ketika makan bersama dengan tidak makan lebih banyak dari porsi temannya, apalagi jika makanan tidak banyak, karena makan banyak dalam kondisi seperti itu termasuk memakan hak (jatah) orang lain.

12. Tidak melihat teman-temannya ketika sedang makan, dan tidak melirik mereka, karena itu bisa membuat malu kepadanya. Ia harus menahan pandangannya terhadap wanita yang makan di sekitarnya, dan tidak mencuri-curi pandangan terhadap mereka, karena hal tersebut menyakiti mereka membuat mereka marah dan ia pun mendapat dosa karena perbuatannya tersebut.

13. Tidak mengerjakan perbuatan-perbuatan yang dipandang tidak sopan oleh masyarakat setempat. Misalnya, ia tidak boleh mengibaskan tangannya di piring, tidak mendekatkan kepalanya ke piring ketika makan agar tidak ada sesuatu yang jatuh dari kepalanya ke piringnya, ketika mengambil roti dengan giginya ia tidak boleh mencelupkan sisanya di dalam piring, dan tidak boleh berkata jorok, sebab hal ini mengganggu salah satu temannya, dan mengganggu seorang Muslim itu haram hukumnya.

14. Jika ia makan bersama orang-orang miskin, ia harus mendahulukan orang miskin tersebut. Jika ia makan bersama saudara-saudaranya, ia tidak ada salahnya bercanda dengan mereka dalam batas-batas yang diperbolehkan. Jika ia makan bersama orang yang berkedudukan, maka ia harus santun, dan hormat terhadap mereka.

Etika Setelah Makan

Di antara etika setelah makan ialah sebagai berikut:

1. Ia berhenti makan sebelum kenyang, karena meniru Rasulullah saw. agar ia tidak jatuh dalam kebinasaan, dan kegemukan yang menghilangkan kecerdasannya.

2. Ia menjilat tangannya, kemudian mengelapnya, atau mencucinya. Namun mencucinya lebih baik.

3. Ia mengambil makanan yang jatuh ketika ia makan, karena ada anjuran terhadap hal tersebut, dan karena itu adalah bagian dari syukur atas nikmat.

4. Membersihkan sisa-sisa makanan di gigi-giginya, dan berkumur untuk membersihkan mulutnya, karena dengan mulutnya itulah ia berdzikir kepada Allah Ta‘ala, berbicara dengan saudara-saudaranya, dan karena kebersihan mulut itu memperpanjang kesehatan gigi.

5. Memuji Allah Ta‘ala setelab ia makan, dan minum. Ketika ia minum susu, ia berkata, "Ya Allah, berkahilah apa yang Engkau berikan kepada kami, dan tambahilah rizki-Mu (kepada kami)". Jika berbuka puasa di tempat orang, ia berkata, "Orang-orang yang mengerjakan puasa berbuka puasa di tempat kalian, orang-orang yang baik memakan makanan kalian, dan semoga para malaikat mendoakan kalian."

Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 185-191

Merealisasikan Ilmu dengan Amal Perbuatan

Tanyalah pada dirimu sendiri tentang tanda-tanda ilmu yang bermanfaat, apakah tanda-tanda di bawah ini ada pada dirimu? (1) Mengamalkannya, (2) tidak suka dipuji dan menyombongkan diri kepada orang lain, (3) semakin tawadhu' setiap kali bertambah ilmu, (4) menjauhi cinta kedudukan, popularitas, dan keduniaan, (5) tidak mengklaim dirinya berilmu, (6) berprasangka buruk kepada dirinya sendiri namun berprasangka baik kepada orang lain agar tidak mencela mereka.

Ini adalah ciri-ciri ilmu yang bermanfaat.

Tunaikanlah zakat ilmu, yaitu dengan menegakkan kebenaran, memerintahkan kepada yang ma'ruf, mencegah yang munkar, menimbang antara yang maslahat dengan mudharat, menyebarkan ilmu, suka memberi manfaat dan pertolongan serta kebaikan bagi umat Islam dalam musibah yang menimpa mereka.

Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, "Apabila anak Adam meninggal dunia, maka akan terputus amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah (amal yang pahalanya selalu mengalir), ilmu yang bernamfaat, atau anak shaleh yang mendoakannya." (HR Muslim dan lainnya). Sebagian ulama berkata, "Tiga perkara ini tidak mungkin bisa terkumpul pada diri seseorang kecuali pada seorang ulama yang mengajarkan ilmunya." Karena, kalau dia mengajarkan ilmu, itu merupakan shadaqah dan orang yang belajar kepadanya adalah anaknya. Maka, perhatikanlah adab ini karena ini adalah buah dari ilmumu. Dan karena keagungan ilmu inilah, maka dia akan semakin bertambah dengan semakin banyak didermakan namun akan berkurang kalau disimpan. Jangan engkau berdalih dengan rusaknya zaman dan banyaknya orang-orang fasiq dan kecilnya manfaat dari sebuah nasihat lalu engkau tidak menjalankan kewajiban menyampaikan ilmu. Kalau itu yang engkau lakukan, maka itu akan menjadikan orang-orang fasiq memperoleh kesempatan emas agar benar-benar bisa meninggalkan perbuatan mulia dan mengangkat bendera kehinaan.

Zakat ilmu itu bisa dengan beberapa cara. Pertama, menyebarkan ilmu. Sebagaimana seseorang bershadaqah denan hartanya, maka seorang yang berilmu bersedhaqah dengan ilmunya. Bahkan, shadaqahnya orang yang berilmu lebih kekal dan sedikit biaya. Sisi lebih kekalnya karena barangkali ada sebuah kalimat saja yang disampaikan oleh seorang ulama, namun didengar oleh orang banyak. Sampai saat ini kita masih bisa mengambil manfaat dari hadits Abu Hurairah ini, tetapi tidak bisa sama sekali mengambil manfaat satu dirham pun yang diinfakkan oleh para khalifah pada masa beliau.

Demikian juga kita bisa mengambil manfaat dari kitab dan ilmu para ulama. Zakat ini tidak akan mengurangi ilmu, bahkan akan semakin menambahnya. Berkata seorang penyair: "Ilmu itu akan semakin bertambah dengan menginfakkannya. Dan akan berkurang jika engkau rapat menyimpannya."

Juga, di antara zakat ilmu adalah mengamalkannya, karena dengan mengamalkannya, maka ini merupakan cara mendakwahkannya. Orang yang meniru seorang ulama karena amal perbuatannya lebih banyak daripada yang menirunya karena ucapannya. Dan ini merupakan zakat dari ilmu tersebut, karena orang lain akan mengambil manfaatnya.

Di antara zakat ilmu juga adalah menegakkan kebenaran. Ini merupakan salah satu cara menyebarkan ilmu, karena menyebarkan ilmu itu kadang-kadang ada waktu aman, kadang-kadang pada waktu genting. Saat genting itulah seseorang harus menegakkan kebenaran.

Juga, di antara menunaikan zakat ilmu adalah memerintahkan kepada kebenaran dan mencegah dari kemunkaran. Tidak diragukan lagi bahwa ini merupakan zakat ilmu, karena orang yang memerintahkan pada kebaikan dan mencegah dari kemunkaran pasti dia itu mengetahui mana yang baik dan mana yang munkar, lalu dia menjalankan kewajibannya atas apa yang telah dia ketahui.

Yang dimaksud dengan sesuatu yang ma'ruf adalah semua yang diperintahkan oleh Allah dan rasul-Nya, sedangkan munkar adalah semua yang dilarng oleh Allah dan rasul-Nya. Amar ma'ruf nahi munkar ini dengan tetap menimbang antara maslahat dan mudharatnya, karena kadang-kadang merupakan tindakan yang bijak apabila engkau tidak mencegah sebuah kemunkaran karena ada maslahat yang lebih besar. Oleh karena itu, seseorang harus memandang pada maslahat dan mudharat ini.

Perkataan Syaikh: "Menyebarkan ilmu dan senang memberi manfaat kepada orang lain." Maksudnya engkau menyebarkan ilmu dengan segala cara, baik dengan ucapan maupun tulisan atau juga dengan cara lainnya. Pada zaman kita sekarang ini Allah telah memudahkan banyak jalan untuk menyebarkan ilmu, maka engkau harus mempergunakan kesempatan ini untuk menyebarkan ilmu yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu. Karena, Allah telah mengambil janji setia kepada ahli ilmu untuk menjelaskannya kepada orang lain dan jangan sampai menyimpannya.

Adapun perkataan Syaikh: "Sebagian ulama berkata: 'Menyampaikan ilmu itu merupakan shadaqah jariyah bagi seorang ulama dan orang yang belajar kepadanya adalah anaknya'." Ini merupakan sebuah kesalahan, yang benar bahwa yang dimaksud dengan "shadqah jariyah" adalah bershadaqah dengan harta benda. Adapun bershadaqah dengan ilmu, maka telah disebutkan oleh Rasulullah dalam sabda beliau setelahnya: "Atau ilmu yang bermanfaat." Adapun sabda beliau: "Atau anak shaleh." Yang dimaksud adalah anak keturunannya, bukan anak didiknya.

Sedangkan membawa hadits tersebut pada makna bahwa orang berilmu yang mengajarkan ilmunya itu sebagai shadaqah yang kekal, yang akan bisa diambil manfaat sepeninggalnya, lalu murid-muridnya adalah anak-anaknya, maka ini adalah sebuah penafsiran yang sangat sempit terhadap hadits ini.

Sebenarnya hadits ini menunjukkan pada tiga jenis amalan yang bisa diambil manfaatnya oleh seseorang setelah meninggal dunia, yaitu "shadaqah jariyah". Shadaqah itu ada yang bersifat langgeng dan ada yang bersifat temporer. Misalnya, jika engkau memberikan makanan kepada orang faqir, maka ini adalah shadaqah, tetapi itu shadaqah yang bersifat temporer, namun jika engkau membuat sebuah sumur yang dimanfaatkan untuk minum oleh umat Islam, maka inilah "shadaqah jariyah" (shadaqah yang pahalanya selalu mengalir).

Sebaiknya Syaikh mengatakan: "Karena berkahnya ilmu." Bahasa ini lebih tepat karena ilmu itu akan semakin bertambah dengan semakin banyak disampaikan.

Kemuliaan para Ulama

Berhias diri dengan keagungan para ulama dengan cara menjaga ilmu dan mengagungkannya serta menjaga kehormatan dan kemuliaannya. Dengan kadar apa yang engkau curahkan untuk ini semua maka engkau akan mampu memperoleh dan mengamalkannya, juga sebaliknya dengan kadar engkau meremehkannya, maka sebatas itu juga akan hilang kemuliaan itu darimu, wala haula wala quwwata illa billaah.

Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai engkau turuti kemauan orang-orang yang sombong dan jangan sampai engkau dikendalikan oleh orang-orang bodoh, sehingga engkau lunak dalam memberi fatwa, memutuskan hukum, dan penelitian atau teguran. Serta janganlah engkau berusaha mendapatkan kenikmatan dunia dengan ilmumu dan janganlah engkau berdiri di pintu-pintu mereka serta jangan pula kau sampaikan ilmu ini pada yang bukan ahlinya meskipun dia orang yang berkedudukan tinggi.

Menjaga dan mengagungkan ilmu memanglah sebuah keagungan dan kemuliaan, karena seseorang apabila menjaga ilmunya dari perbuatan hina dan dari menginginkan kepunyaan orang lain, maka ini akan lebih mulia dan lebih agung bagi dirinya. Adapun mengenai seseorang tidak boleh membawa ilmu ini kepada para pengagung kenikmatan dunia, juga tidak menyampaikan kepada yang bukan ahlinya, meskipun dia berkedudukan tinggi, maka perkataan ini perlu diperinci. Yaitu, kalau engkau menyampaikan ilmu tersebut kepada para pengagung kemewahan dunia namun mereka bisa mengambil manfaatnya, maka itu adalah sesuatu yang baik, dan ini masuk dalam kategori amar ma'ruf nahi munkar. Adapun kalau mereka menghina ulama yang menyampaikan ilmu kepada mereka, maka tidak selayaknya ia melakukannya, karena itu adalah penghinaan bagi dirinya sekaligus bagi ilmu yang diembannya. Misalnya ada seorang ulama yang datang kepada mereka, lalu dia menyampaikan beberapa masalah ilmiah, namun mereka mencemooh, maka saat itu tidak layak baginya untuk duduk bersama mereka, karena ini adalah penghinaan bagi dirinya sekaligus bagi ilmu yang dibawanya. Adapun kalau dia berbicara kepada mereka, dan tanggapan mereka baik serta mereka mau menerimanya, maka dalam keadaan seperti ini dia wajib melakukan dakwah kepada mereka. Jadi, tergantung pada keadaan masing-masing.

Pergunakanlah mata dan pikiranmu untuk membaca biografi para ulama yang telah lampau, maka engkau akan mengetahui sebuah usaha keras dalam menjaga kehormatan ulama ini, terutama kitab yang membahas masalah ini, seperti kitab Min Akhlaaqil Ulama' oleh Muhammad Sulaiman, dan kitab Al-Islam bainal Ulama' wal Hukkaam oleh 'Abdul 'Aziz al-Badri, dan kitab Manaabijul Ulama' fil Amri bil Ma'ruf wan Nahyi 'anil Munkar oleh Faruq as-Samurrai.

Dan, saya berharap engkau akan mengetahui lebih banyak dari apa yang telah mereka sebutkan dalam kitab Izzatul Ulama'--semoga Allah memudahkan penyelesaiannya dan penerbitannya. Dahulu para ulama selalu mendiktekan syair Al-Jurjani 'Ali bin 'Abdul 'Aziz (wafat tahun 392 H) sebagaimana akan kita lihat pada orang-orang yang menulis biografinya.

Kitab terbaik dalam masalah ini sepengetahuanku adalah kitab Raudhatul Uqala' oleh Al-Busni. Meskipun kecil, di dalamnya banyak terkandung faedah dan nasihat para ulama ahli hadits dan lainnya. Kitab ini dulu adalah kurikulum dalam sekolah saat kami masih belajar, yang banyak memberi manfaat bagi siswa.

Awal dari syair yang dimaksud itu adalah sebagai berikut.
"Mereka mengatakan pada dirimu bahwa engkau seorang pengecut.
Sebenarnya yang mereka lihat adalah orang yang mundur dari sebuah kehinaan.
Saya melihat orang-orang kalau ada yang mendekatinya akan terasa hina dalam pandangan mereka.
Dan orang yang merasa tinggi jiwanya maka akan terhormat.
Seandainya para ulama menjaga ilmunya, maka ilmu itu akan menjaganya.
Dan seandainya mereka mau mengagungkannya dalam jiwa mereka, maka mereka akan menjadi terhormat."

Maksudnya, dia akan menjadi terhormat dalam pandangan manusia, bila mau menjaganya. Namun mereka menghinakannya dan memberikannya pada semua orang.

Memelihara Ilmu

Apabila engkau sudah menduduki jabatan, ingatlah bahwa tali yang mengantarkanmu ke arah itu adalah ilmu yang telah engkau peroleh. Dengan karunia Allah lalu dengan sebab ilmu yang engkau pelajarilah engkau dapat mencapai derajat ini, bisa menjadi seorang guru, ahli fatwa, dan hakim, serta lainnya. Oleh karena itu, tempatkanlah ilmu tersebut pada tempatnya yang layak dan jagalah kehormatannya dengan tetap mengamalkannya. Hindarilah jalan orang-orang yang tidak mengharapkan pahala dari Allah, yaitu orang-orang yang tujuan pokok mereka adalah menjaga kursi jabatannya, mereka melipat lisan-lisan mereka dari mengucapkan kebenaran, juga suka basa-basi karena cintanya pada kekuasaan. Jagalah harga dirimu dengan tetap menjaga agamamu, serta jagalah kehormatanmu dengan perbuatan hikmah, ilmu, dan strategi yang bagus. "Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah saat senang, niscaya Allah akan menjagamu saat sulit."

Mudarah Bukan Mudahanah

Mudahanah adalah akhlak tercela, adapun mudarah bukan tercela, jangan mencampuradukkan antara keduanya, sehingga sikap mudahanahmu akan menjadikanmu bersikap munafik secara terang-terangan. Oleh karena itu, sikap mudahanah inilah yang bisa merusak agamamu.

Mudahanah adalah sikap relah dengan perbuatan tercela yang dilakukan oleh orang lain, serta dia pun membiarkan mereka melakukannya. Adapun mudarah adalah tekad hati untuk mengingkari perbuatan tercela tersebut, namun dia bersikap agak lunak padanya untuk menarik simpatinya atau dia akan menundanya pada waktu lain, sehingga akan tercapai maslahah yang dia inginkan.

Dari sini maka perbedaan antara mudarah dan mudahanah adalah bahwa mudarah itu bertujuan untuk memperbaiki keadaan, hanya saja dengan cara pelan-pelan dan bertahap. Adapun mudahanah adalah sikap menyetujui perbuatan tercela. Lafaz ini diambil dari kata duhn (minyak), karena minyak itu bisa mempermudah banyak urusan.

Sangat Cinta (Gandrung) kepada Kitab

Tentang keutamaan ilmu sudah diketahui oleh banyak orang, karena manfaatnya yang sangat luas. Kebutuhan yang mendesak untuk memperoleh ilmu itu seperti kebutuhan badan terhadap pernapasan. Akan nampak kekurangannya seiring dengan berkurangnya ilmu, demikian juga akan mendapatkan kenikmatan dan kegembiraan pada saat mendapatkannya. Oleh karena itu, para pelajar sangat senang belajar, juga senang untuk mengumpulkan kitab dan memilihnya. Banyak cerita yang berhubungan dengan masalah ini, yang semuanya tercatat pada kitab Khabarul Kitab. Semoga Allah memudahkan penulisan dan pencetakannya. Oleh karena itu, pilihlah kitab-kitab pokok. Dan ketahuilah bahwa salah satu kitab tidak bisa mewakili kitab lainnya. Oleh karena itu, janganlah engkau kumpulkan dlaam perpustakaanmu kitab-kitab yang tidak berharga, terutama kitab-kitab ahli bid'ah, karena itu adalah racun yang sangat berbahaya.

Di antara hal yang harus diperhatikan oleh seorang pelajar adalah mengoleksi kitab. Dan hendaknya kitab yang dia koleksi adalah kitab yang berharga. Namun, kalau gajimu hanya sedikit, maka tidak selayaknya membeli banyak kitab, yang sampai membuatnya berutang untuk membelinya. Ini merupakan perbuatan yang kurang bijak.

Perhatikanlah kitab-kitab pokok yang ditulis oleh para ulama salaf, karena kitab yang ditulis oleh para ulama salaf lebih baik dan berbarakah dibandingkan dengan kitab orang-orang khalaf. Dan hindarilah perpustakaanmu dari kitab-kitab yang tidak ada kebaikannya.

Daftar Kitab dalam Perpustakaanmu

Hendaklah engkau mengoleksid kitab-kitab yang disusun berdasarkan cara pengambilan dalil dan cara memahami alasan di balik ketentuan hukum serta yang mendalami inti dari berbagai permasalahan. Di antara kitab-kitab itu yang terbaik adalah kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rhm. dan murid beliau, Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rhm. Juga, kitab sebelum dan sesudah masa beliau berdua, yaitu kitab-kitab karya:


Al-Hafizh Ibnu 'Abdil Bar rhm. (wafat th 463 H), dan kitab beliau yang paling baik adalah At-Tamhiid.
Al-Hafizh Ibnu Quddamah rhm. (wafat th 620 H), dan kitab beliau yang paling bagus adalah Al-Mughni.
Al-Imam an-Nawawi rhm (wafat th 676 H).
Al-Imam adz-Dzahabi rhm. (wafat th 748 H).
Al-Hafizh Ibnu Katsir rhm. (wafat th 774 H).
Al-Hafizh Ibnu Rajab rhm. (wafat th 795 H).
Al-Hafizh Ibnu Hajar rhm. (wafat th 852 H).
Al-Hafizh asy-Syaukani rhm. (wafat th 1250 H).
Al-Imam Muhammad bin 'Abdul Wahhab rhm. (wafat th 1206 H).
Kitab-kitab imam-imam dakwah rhm., terutama kitab Ad-Durar as-Sunniyah.
Al-Imam ash-Shan'ani rhm. (wafat th 1182 H), terutama kitab beliau, Subulus Salam.
Al-'Alamah Shiddiq Hasan Khan rhm. (wafat th 1307 H).
Al-'Allamah Muhammad Mukhtar asy-Syinqihi rhm. (wafat th 1393 H), terutama kitab beliau, Adhwaa-ul Bayan.
Cara Berinteraksi degan Kitab

Janganlah engkau membaca sebuah kitab sebelum mengetahui istilah yang dipakai oleh penulisnya, yang sering kali hal ini dijelaskan dalam muqaddimahnya. Oleh karena itu, mulailah membaca sebuah kitab dari muqaddimahnya.

Cara berinteraksi dengan kitab bisa dengan beberapa cara.


1. Mengetahui judulnya.
2. Menetahui istilah-istilahnya, dan ini biasanya terdapat dalam muqaddimah. Karena, dengan mengetahui istilah-istilah tersebut, engkau bisa menghemat banyak waktu.
3. Mengetahui gaya bahasa dan ungkapan penulis. Dalam kitab-kitab ilmiah, engkau akan menemukan banyak istilah atau ungkapan yang membutuhkan perenungan dan pemikiran mengenai maknanya, karena engkau belum terbiasa menghadapinya.
Hal Lain dalam Berinteraksi dengan Kitab

Apabila engkau mendapatkan sebuah kitab, maka janganlah engkau masukkan ke dalam perpustakaanmu kecuali engkau sudah selesai membacanya secara sekilas atau engkau baca muqaddimahnya atau daftar isinya atau beberapa bagian dalam kitab tersebut. Adapun kalau engkau tumpuk saja bersama kitab yang sejenis dalam perpustakaanmu, maka barangkali tahun demi tahun berjalan dan umur pun semakin bertambah sementara engkau tidak sempat menelaahnya. Dan hal ini sering kali terbukti. Hanya Allah Yang Kuasa memberi taufik.

Menyempurnakan Tulisan

Jika engkau menulis, maka sempurnakanlah tulisan itu dengan cara:


Tulisan yang bagus.
Menulisnya sesuai dengan kaidah cara penulisan yang benar (imla'). Banyak kitab yang dikarang untuk membahas masalah ini, di antaranya Kitaabul Imla' oleh Husain Wali, Qawaa'idul Imla' oleh 'Abdus Salam Muhammad Harun dan Al-Mufrad al-Alam oleh Al-Hasyimi.
Memberi titik atau tidak pada huruf yang tepat.
Memberi harakat pada kata yang sulit.
Memberi tanda baca yang benar pada selain ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi.
Sumber: Diringkas dari Syarah Adab dan Manfaat Menuntut Ilmu, terj. Ahmad Sabiq, Lc, editor isi Abu 'Azzam (Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2005); judul asli: Syarah Hilyah Thaalibil 'Ilmi, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin (Maktabah Nurul Huda, 2003

Selasa, 18 Ogos 2009

SeLamaT DaTanG Ramadhan


Assallammualaikum wbt..

Hari sentiasa bertukar, begitu juga bulan dan tahun saling bertukar dan bersilih berganti,yang kanak menjadi remaja, yang remaja menjadi dewasa,dewasa menjadi tua dan yang tua pastinya akan menemui Tuhannya, apa yang perlu kita bertanya apakah bekalan kita untuk menemui Rabb itu mencukupi atau sebaliknya...

Ya Allah, sesungguhnya diri ini banyak melakukan dosa ampunilah dosa- dosa ini sama ada yang tersurat mahu pun tersirat,moga dengan kehadiran bulan Ramadhan ini, dapat membersihkan jiwa dan lebih bertakwa kepadaMu yang Maha Berkuasa.Berikanlah Ya Allah kekuataan kepada Umat Islam dan lindungilah para pembela agama Islam agar mereka sentiasa membela agamamu.

Bulan Ramadhan yang bakal kujung tidak berapa lama lagi adalah bulan yang dinanti nantikan bagi orang yang beriman,menguji sejauhmana keimanan serta keyakinan kita pada Allah SWT.

Puasa dari segi sudut bahasa iaitu menahan diri daripada sesautu samada kata-kata atau pun makanan.
Dari sedut syarak pulabermaksud menahan diri daripada perkara - perkara yang membatalkan puasa bermula dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat.

Sejarah Pensyariatan puasa
Puasa ramadhan difardukan pada bulan Syabaan tahun kedua hijrah,pada sebelum itu puasa juga telah diketahui oleh umat - umat sebelumnya dan juga ahli kitab yang hidup sezaman Nabi saw,sebagaimana firman Allah dalam surah Al Bakarah 183 yang ertinya:
" Wahai orang - orang yang beriman! Diwajibkan ke atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan ke atas orang - orang yang terdahulu daripada kamu,supaya kamu bertakwa".

Walaubagaimana pun, kewajiban berpuasa Ramadhan tidak pernah disyariatkan sebelum itu,Persamaan yang wujud di antara umat ini dengan umat terdahulu ialah puasa disyariatkan.tetapi kefarduan puasa Ramadhan dikhususkan hanya kepada Umat Nabi Muhammad saw.

Dalil disyariatkan Puasa Ramadhan didalam surah al Bakarah 185 yang ertinya:
" Masa yang diwajibkan berpuasa ialah bulan ramadhan yang padanya diturunkan al Quran,menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk serta menjadi pembeza antara yang benar dan yang salah,oleh itu sesiapa diantara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan atau mengetahuinya maka hendaklah ia berpuasa bulan itu".

Hukum meninggalkan Puasa tanpa keuzuran
Puasa Ramadhan adalah salah satu daripada rukun Islam dan termasuk dalam kefarduan yang diketahui daripada agama secara daruri(mudah)maka orang yang mengingkari kefarduannya adalah KAFIR dan dia hendaklah diperlakukan sebagaimana diperlakukan terhadap orang murtad, Dia hendaklah bertaubat sekiranya tidak mahu hendaklah dibunuh sebagai melaksanakan hukum hudud kesalahan murtad.Manakal orang yang meninggalkan puasa tanpa keuzuran dan dia tidak mengingkarinya seperti dia berkata " saya wajib berpuasa tetapi saya tidak mahu berpuasa,maka orang ini hukumnya fasik dan tidak kafir.Pemerintah Islam wajib menahannya (mengurung) dan menghalangnya daripada makan dan minum pada waktu siang supaya puasa terlaksana padanya,walau pun sekadar zahirnya sahaja.

Diantara Hikmah dan Faedah puasa

1. Di antara sifat puasa yang sahih ialah menyedarkan hati seseorang mukmin terhadap muraqabah Allah.Ini disebabkan apabila orang yang berpuasa menghabiskan sebahagian waktu siangnya.dan ia akan merasai lapar dan dahaga,maka jiwa ingin makan dan minum tetapi perasaannya mengetahui bahawa dirinya berpuasa yang menghalang daripada memenuhi khendak jiwanya sebagai melaksanakan perintah Allah.Daripada pertentangan jiwa inilah maka akan lahirlah kesedaran hati dan suburlah perasaan muraqabah Allah serta berterusanlah ingatannya terhadap rububiyyah dan keaggungan kekuasaan Allah.Begitu juga dia akan sedar bahawa dia adalah hamba yang tunduk kepada hukum Allah dan mematuhi kehendaknya.

2. Ramadhan adalah bulan suci berbanding dengan semua bulan dalam satu tahun.Allah mengkhendaki hambanya memenuhkan dengan ketaatan dan mendekatkan diri kepadaNya.Juga mengisinya dengan setinggi tinggi makna perhambaan kepada Allah.

Khamis, 13 Ogos 2009


Dengan nama Allah yang maha pemurah lagi maha penyayang, segala puji pujian bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbir sekalian alam.
Ya Allah..
Yang maha pengasih yang maha penyayang
Ya Allah ..
Yang maha berkuasa yang maha suci
Ya Allah...
Yang maha sejahtera yang maha tepercaya
Ya Allah
Yang maha memelihara yang maha bijaksana

Dengan kalimah alhamdulilah
kami bersyukur diatas segala rahmat dan nikmat yang engkau kurniakan
Dengan kalimah subahanaAllah
kami akui kesucian dan kesempurnaan,zat dan sifat yang tidak ada bandingan
Dengan kalimah Na'uzubillah
kami memohon perlindungan dari hasutan syaitan dan kejahatan insan
Dengan kalimah Nastagfirullah
Kami memohon keampunan kerana banyak meninggalkan suruhanmu,melakukan laranganmu,maka dengan sifat pengasihmu,penyayangmu serta ehsanmu jua ya Allah ampunilah dosa dosa kami.

Allah huma ya Allah
Ya Allah, disaat ini kami menadah tangan memanjatkan kesyukuran serta bermunajat dengan rasa rendah diri,anugerahkanlah ya Allah kepada seluruh umat Islam permulaannya dengan taufik dan hidayahmu,pertengahannya dengan kekuataan ilmu,iman dan amal.diakhirnya dengan kejayaan dan keselamatan serta berjalan dengan lancar teratur berjaya lagi sempurna.kami juga bermohon kepada mu Ya Allah jadikanlah Umat Islam diMalaysia khususnya dan diluarnegara amnya menjadi umat yang yang terbilang,dibarisi pemimpin yang berakhlak mulia,beriman dan beramal demi menegakan keadilan untuk membela agama,bangsa dan negara.semoga dengan izinmu ya Allah makan terbentuklah sebuah negara yang melaksanakan sistemMu Ya Allah.

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim
Kami juga bermohon kepadamu ya Allah,agar dikobar kobarkan semangat Islam didalam dada kami,diberikan kesihatan ,diberikan kecerdasan akal fikiran, diperkuatkan persefahaman dan semangat setia kawan,bekerjasama dan memupuk sikap mahabbah dan berkasih sayang,bantu membantu saling tolong menolong,hormat menghormati serta rasa tanggungjawab bersama demi menegakan syiar Islam.Amin ya rabbal alamin

Menyeru Kearah Kebaikan

Daripada Abu Huraira r.a bahawa sesungguhnya Rasulullah bersabda " sesiapa yang menyeru kepada kebaikan nescaya ia beroleh paha seperti pahala orang yang melakukannya, tidak dikurangi sedikit pun pahala mereka,sesiapa yang menyeru kearah kesesatan nescaya dia beroleh dosa seperti orang yang melakukanya,tidak dikurangi dosa itu walau sedikit pun (hadtihs r.muslim )

pengajaran daripada hadiths

1)sesiapa yang memberi petunjuk atau teladan yang baik akan mendapat pahala seperti orang yang melakukannya.
2)Bercita citalah untuk menambahkan amal kebajikan dengan penuh ketaatan

Rabu, 12 Ogos 2009

Mengharamkan Kezaliman dan Menolak Perintah Membuat Kezaliman.

Assalammualaikum..,
Hari ini kita berbicara tentang tajuk diatas, mudah mudahan ia menjadi iktibar dan panduan kita dalam melayari bahtera kehidupan ini.
sudara/i sekalian..,
Sesorang yang melakukan kezaliman sama ada secara terang atau rahsia akan dipersoalkan dan dihitungkan dihari kiamat,oleh demikian setiap orang hendaklah berhati hati supaya menghindari diri dari melakukan sebarang kezaliman kerana kezaliman itu akan mengurangkan amal kebajikan yang telah diusahakan.perkara ini dapat dibuktikan melalui firman Allah dan Hadith Rasullullah seperti dibawah:
Firman Allah ertinya :
" Pada saat itu orang - orang yang zalim tidak akan mendapat seorang sahabat yang boleh membilanya dan tidak akan mendapat pemberi syafaat dan diterima pertolongan.( al Mukminun 18 )

Firman Allah ertinya:
" Dan ingatlah bagi orang yang zalim dengan perbuat sirik itu sesiap pun yang dapat memberikan pertolongan didunia dan diakhirat.(al hajj ayat 71 )

Sabda Rasulullah :
" Daripada Jabir r.a baginda telah bersabda" takutilah (jauhilah)kezaliman kerana sesungguhnya kezaliman itu adalah kegelapan dihari kiamat dan jauhilah perangai bahil kerana bahil itu membinasankan orang yang dahulu dari kamu iaitu membawa mereka melakukan pertumpahan darah sesama mereka dan menghalalkan perkara yang diharamkan kepada mereka (r.muslim)

pengajaran daripada hadiths tersebut:
1- jauhilah sifat bahil kerana bahil itu membawa permusuhan dan pertelingkahan dan mendatangkan kerugian
2- Umat Islam dilarang zalim menzalimi dan memfitnah sesama muslim kerana akibatnya adalah lebih dasyat daripada membunuh.
3.Baginda Rasulullah memberi ingatan kepada umatnya supaya mengeluarkan sedekah dan membelanjakan kejalan yang halal.
4.Kezaliman adalah diantara dosa besar yang akan menyebabkan penyebabnya dikenakan azab siksa yang berat diakhirat nanti.
5- Tamak dunia dan kedekut dengan apa yang dimiliki sentiasa mendorong manusia melakukan maksiat dan dosa dan menjerumuskan mereka kepada perbuataan keji dan kemungkaran.