Semangat Perjuangan

Sesiapa yang hendak mengetahui kedudukannya di sisi Allah maka lihatlah kedudukan Allah di dalam hatinya. Sesungguhnya Allah SWT meletakkan kedudukan hambanya di sisiNya sebagaimana hamba meletakkaNya di dalam dirinya."

Ahad, 4 September 2011

IKHLAS MERUPAKAN RUH DALAM SEMUA PERBUATAN

الأعمال صور قائمة وأرواحها وجود سر الإخلاص فيها

"Amal-amal yang dhohir itu ibarat gambaran-gambaran yang berdiri, sedangkan ruhnya adalah wujudnya ikhlas di dalamnya"



1. Penjelasan


IKHLAS
Himah ini merupakan sepucuk hikmah yang menyempurnakan salah satu hikmahnya Ibnu 'Atha'illah yang artinya : "Bermacam-macam jenisnya amal karena bermacam-macam tujuannya".

Di dalam hikmah ini Ibnu 'Atha'illah mencoba mengulas tentang pentingnya ikhlas. Setelah kita mengetahui bahwa amal-amal yang di gunakan seorang muslim untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tidak hanya terbatas pada hal-hal yang wajib, melainkan mencakup semua hal yang bisa memberi manfaat dan maslahah kepada individu maupun masyarakat. Dan setelah kita mengerti bahwa Allah membagi amal-amal tersebut kepada para hamba-Nya sesuai dengan kemampuan dan kapasitas mereka, maka Ibnu 'Atha'illah mengingatkan kita melalui hikmah ini, bahwa untuk mencapai ridla Allah SWT, amal-amal ini di syaratkan harus di lakukan dengan ikhlas tanpa tercampur dengan tujuan-tujuan lain kecuali hanya mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Untuk mengetahui makna hikmah ini kita harus mengerti bahwa setiap ibadah yang dilakukan oleh setiap muslim untuk mencapai ridla Allah SWT itu tersusun dari dua komponen, yaitu amal dan tujuan (Qasdu). Sehingga amal ibadah yang baik dan bermanfaat secara dhahirnya. Akan tetapi tidak ada niat mencari ridla Allah SWT, maka amal tersebut tidak ada harganya. Sedangkan niat yang baik tanpa di wujudkan dengan amal ibadah, maka niat tersebut tidak ada harganya di dalam kebanyakan hal. Ini di karenakan niat yang baik tanpa di wujudkan dengan amal terkadang bisa bernilai ketika seseorang tidak mampu melakukannya. Contohnya adalah orang miskin yang berniat untuk shadaqah, hanya saja dia tidak mampu melakukannya, karena tidak memiliki uang dan harta.

2. Dalil

Surat Al-Furqan ayat 23


وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا.
Artinya :
23. Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.

Dari ayat di atas, kita bisa mengambil sebuah makna bahwa amal ibadah itu harus di sertai dengan ikhlas. Hal ini di karenakan amal perbuatan orang-orang yang berdosa dan amal ibadah yang di lakukan dengan ikhlas itu di ibaratkan seperti debu yang tertiup oleh angin, atau nama lainnya adalah amal yang sia-sia dan batil.

3. Aplikasi

a. Contoh 
Banyak sekali gambaran-gambaran yang kita temukan dalam kehidupan masyarakat mengenai amal-amal yang tidak di dasari rasa ikhlas.

Diantaranya adalah seseorang yang bertumpuk hutang. Ketika tiba waktu pelunasan dia melihat orang yang menghutanginya sedang menuju kepadanya dari jauh. Sehingga dia bergegas menuju masjid yang terdekat dan melakukan rantaian shalat sunnah yang banyak. Tidak bisa diragukan lagi bahwa dia melakukan shalat bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, melainkan semata-mata hanya ingin lari dan terbebas dari tagihan hutang.

Contoh lain adalah, seorang pekerja yang tersibukkan oleh tugasnya di perusahaan, ketika mendengar adzan dhuhur dia bergegas meninggalkan pekerjaannya dengan dalih ingin melakukan shalat dhuhur. Lalu dia berwudlu dengan waktu yang lama dan shalat dengan panjang, kemudian dia mengambil tempat bersandar untuk istirahat dan memperbanyak dzikir dan tilawatul Qur'an. Tentunya ibadah-ibadah dengan keadaan ini bukanlah termasuk amal-amal yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena dia melakukan ibadah-ibadah ini tidak lain hanyalah menjauihi tugasnya agar bisa beristirahat.

Salah satu yang bisa menjadi contoh adalah kelompok jamaah haji. Dan mereka sepakat untuk saling membantu dan menjaga kemaslahatan yang kembali pada mereka. Diantara mereka ada seseorang yang ingin lari dari pekerjaan yang memberi maslahat untuk sesama seperti menghidangkan makanan, mencuci piring atau yang lain. Sehingga diapun menyibukkan diri dengan selalu thawaf, shalat, membaca Al-Qur'an dan berdzikir, jelas sekali sesungguhnya ibadah-ibadah ini dilakukan bukan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan tetapi agar bisa terbebas dari pekerjaan-pekerjaan yang dibebankan padanya.

b. Kesimpulan
Intisari dari keterangan di atas adalah kita harus mengetahui dan tidak boleh lupa bahwa amal-amal shaleh yang diperintahkan oleh Allah SWT kepada hamba-Nya di dalam Al-Qur'an tidak hanya terbatas pada perkara-perkara yang wajib dan rukun Islam, akan tetapi amal shaleh itu juga mencakup semua hal yang bisa mewujudkan kemaslahatan. Baik kemaslahatan individu maupun kemaslahatan sosial.

Adapun kemaslahatan-kkemaslahatan ini harus di jaga sesuai dengan urutan-urutan yang telah di tetapkan syara', yaitu di awali dengan mendahulukan kemaslahatan agama (hifdhu diin), kemudian kemaslahatan hidup (hifdhu nafsi), lalu kemaslahatan akal (hifdhu 'aqli), kemudian kemaslahatan keturunan (hifdhu nasab) dan terakhir adalah kemaslahatan harta (hifdhu mal).

Jadi semua hal-hal tersebut merupakan ibadah-ibadah yang dilakukan seorang muslim untuk mewujudkan makna ubudiyyah kepada Allah SWT.

Dan perlu kita ingat bahwa di dalam ummat Islam pasti akan selalu terdapat segolongan yang benar dan ikhlas didalam beribadah, dan mereka tidak mendapatkan madlarat dari orang-orang yang menentangnya. Hal ini sesuai dengan hadist Rasulullah SAW :

لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق لا يضرهم من خالفهم حتى يأتي أمر الله وهم ظاهرون.(متفق عليه

Artinya :
"Di dalam umatku selalu ada golongan yang memperlihatkan kebenaran dan tidak mendapatkan bahaya dari orang-orang yang menentangnya sampai datang hari Qiamat sedangkan mereka dalam kebenaran".