Semangat Perjuangan

Sesiapa yang hendak mengetahui kedudukannya di sisi Allah maka lihatlah kedudukan Allah di dalam hatinya. Sesungguhnya Allah SWT meletakkan kedudukan hambanya di sisiNya sebagaimana hamba meletakkaNya di dalam dirinya."

Selasa, 30 Julai 2013

Lailatul Qadar




Lailatul Qadar adalah merupakan satu hadiah Allah kepada kita, umat Nabi Muhammad s.a.w. Lailatul Qadar adalah makhluk Allah. Ia adalah malam yang paling tinggi kedudukannya dalam Islam, diikuti oleh malam Nisfu Syaaban. Malam ini diturunkan atau dijadikan Allah untuk meningkatkan kedudukan atau pangkat manusia kerana siapa yang bertemu dengannya dalam keadaan melakukan apa jua ibadat atau memikirkan kebesaran Allah, dia mendapat pahala seperti beribadat selama 1000 bulan atau 84 tahun.
Al-Qadr [3] Malam Lailatul-Qadar lebih baik daripada seribu bulan.
Namun siapa yang tidak bertemu dengannya, dia tetap mendapat pengampunan daripada Allah asalkan dia berusaha untuk mendapatkannya.Tidak ada ruginya sesiapa yang mencari Lailatul Qadar samada dia mendapatnya atau tidak, dia tetap beruntung.
Sesiapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lepas dan sesiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka diampunkan baginya dosa yang telah lepas.” Riwayat Bukhari dan Muslim
Lailatul Qadar adalah satu suasana, iaitu suasana yang sepi. Walaupun ada ulama berpendapat ia bermula selepas waktu Maghrib, namun ada yang berpendapat ia adalah sepertiga akhir malam, kerana selepas waktu inilah suasana sepi malam mula terasa, misalnya sekitar jam 3.30 pagi. Malam itu tidak panas dan tidak sejuk dan pada paginya matahari naik tidak banyak cahayanya kerana banyak malaikat turun naik pada malam itu:
Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:“Malam al-Qadar adalah malam yang indah penuh kelembutan, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin. Manakala pada keesokan harinya sinar mataharinya kelihatan melemah kemerah-merahan.” (Hadis Riwayat ath-Thayalisi (394), Ibnu Khuzaimah (3/231), al-Bazzar (1/486) dan sanadnya hasan)
“Pagi hari (setelah) Lailatul Qadar, matahari terbit tidak menyilaukan (tanpa sinar), seakan-akan ia bejana sehinggalah ia meninggi.” (Hadis riwayat Muslim (762))
Majoriti ulama berpendapat ia berlaku pada bulan Ramadahan, walaupun ada sahabat yang bertemu dengannya di luar Ramadhan. Carilah Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil 10 malam terakhir. Rasulullah s.a.w. sebenarnya telah mendapat tahu dari Malaikat Jibril tentang bilakah malam Lailatul Qadar, namun belum sempat Baginda hendak memberitahu sahabat, Baginda terlupa kerana melihat dua orang sahabat sedang bertengkar.
“Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kamu berkenaan Lailatul Qadar, tetapi ada dua orang sedang berselisih sehingga pengetahuan berkenaannya tidak diberikan. Mudah-mudahan ini lebih baik bagi kamu, carilah di malam 29, 27, 25 (dan dalam riwayat lain, pada malam ke tujuh, sembilan dan lima).” (Hadis Riwayat al-Bukhari (4/232))
Berdoalah agar dipertemukan dengan Lailatul Qadar. Allah akan beri hadiah yang besar kepada mereka yang mencarinya dan ia juga adalah satu hadiah. Allah akan pertemukan mereka yang mencarinya, hargailah malam ini. Sekirnya bertemu dengannya, berdoalah seperti yang diajar oleh Rasulullah kepada Aisyah r.a. Siti Aisyah r.a. bertanya kepada Nabi s.a.w. tentang doa apakah yang perlu diminta jika bertemu Lailatul Qadar. Jawab baginda bacalah “Allahumma innaka ‘afuwwun karim, tuhibbull ‘afwa , fa’fu ‘anni, seperti yang selalu dibaca selepas sembahyang terawih.
Telah diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahawa dia bertanya, “Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku mendapat Lailatul Qadar (mengetahui terjadinya), apa yang mesti aku ucapkan?” Beliau menjawab,“Ucapkanlah, Ya Allah Engkau Maha Pengampun dan Mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (Hadis Riwayat at-Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850) dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha. Sanadnya sahih)
Pendapat  KH Arwani Faishal
Malam Lailatul Qodar dan Kapan Lailatul Qadar itu ?
Published by Syafii on September 9, 2009 under Ramadhan 1430 H
Sudah sering kita dengar istilah Lailatul Qadar, bahkan selalu lekat dalam ingatan. Namun demikian, nyatanya kita tidak akan pernah mengenal hakikat Lailatul Qadar itu sendiri, lantaran masalahnya amat ghaib. Pengetahuan kita terbatas hanya pada apa yang telah ditunjukkan di dalam berbagai nash, baik Al-Qur’an maupun As-Sunnah serta interpretasinya.
Secara etimologis, “lailah” artinya malam, dan “al-qadar” artinya takdir atau kekuasaan. Adapun secara terminologis, dapat kita coba dengan cara mengamati ayat berikut ini :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malm kemuliaan (Lailatul Qadar)” (QS Al-Qadar (97):1)
Dari pernyataan bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan pada saat Lailatul Qadar, dapat kita tangkap pengertian, yakni; pertama , Lailatul Qadar merupakan dari suatu malam, saat diturunkan Al-Qur’an secara keseluruhan. Walhasil, Lailatul Qadar itu terjadi hanya satu kali, tidak sebelum dan sesudahnya. Akan tetapi keagungan dan keutamaannya itu diabadikan oleh Allah SWT untuk tahun-tahun berikutnya. Tegasnya, Lailatul Qadar yang ada sekarang ini, hanyalah semacam hari peringatan yang memiliki berbagai keistimewaan yang sangat luar biasa.
Kedua, Lailatul Qadar merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan, yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al Qur’an secara keseluruhan.
Kedua pengertian tersebut di atas, merupakan hasil analisa yang boleh jadi dapat diterima oleh semua pihak, lantaran sama sekali tidak mengingkari keutamaan Lailatul Qadar. Sedangkan hakikatnya hanyalah Allah SWT yang mengetahui. Sementara lailatul Qadar itu sendiri, dalam sebuah ayat dinyatakan sebagai Lailah Mubarakah (ةalam kebaikan).
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ
“Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi.”(Q.S Ad Dukhaan (44):3)
Dalam masalah ini, para Muffasir menjelaskan bahwa Lailatul Qadar itu adalah saat diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuzhke Baitul’Izzah, sebelum diwahyukan kepada Rasulullah SAW secara berangsur. Olah sebab itu, tidaklah dapat disamakan antara Lailatul Qadar dengan Nuzulul Qur’an atau turunnya ayat pertama Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW.
Betapa mulia dan begitu istimewanya Lailatul qadar itu, sebagai rahmat dan nikmat Allah SWY bagi seluruh ummat Muhammad. Sehingga tak satupun dari kita yang tak suka jika mampu meraihnya. Dan wajar pula, jika malam jatuhnya Lailatul Qadar itupun selau dipertanyakan, bahkan nyaris selalu menimbulkan perselisihan pendapat.
Kapan Lailatul Qadar?
Menurut suatu pendapat ; Lailatul Qadar itu jatuh pada malam ke 27 setiap bulan Ramadhan. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
مَنْ كَانَ مُتَحَرِّيْهَا، فَلْيَتَحَرِّهَا فِي السَّبْعِ الْأَوَاخِرِ
“Siapapaun mengintainya maka hendaklah mengntainya pada malam ke dua puluh tujuh.” (HR. Ahmad dari Ibnu ‘Umar)
Sementara menurut pendapat yang lain; perintah Rasulullah SAW untuk mengintai pada malam ke 27 itu, bukan merupakan suatu kepastian bahwa Lailatul Qadar akan terjadi pada malam itu. Akan tetapi hanya sebagai petunjuk, bahwa pada malam itu memang kemungkinan besar akan terjadi. Terbukti dengan permyataan Rasulullah SAW sendiri dalam hadist yang lain.
أخْبَرَنَا رسول الله صلى الله عليه و سلم عن لَيْلَةِ الْقَدْرِقال : هي في رمضان في العشر الأواخر ، في إحدى و عشرين أو ثلاث و عشرين أو خمس و عشرين أو سبع و عشرين أو تسع و عشرين أو في آخِرِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
“Rasulullah SAW telah memberitakan kepadaku tentang Lailatul Qadar. Beliau bersabda: “Lailatul Qadar terjadi pada Ramadhan; dalam sepuluh hari terakhir. Malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dua puluh sembilan atau ,malam terakhir.”
Adapun yang dimaksud dengan malam terakhir dalam hadts di atas, tentunya jika sebulan Ramadhan itu hanya 29 hari. Sehingga malam yang ke 29 otomatis merupakan malam terakhir.
Dengan demikian, menurut kami pendapat yang kedua ini jauh lebih dasarnya ketimbang pendapat pertama. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa; jatuhnya Lailatul Qadar itu sama sekali tak dapat ditentukan secara pasti. Lantaran perupakan rahasia Allah SWT.
Lailatul Qadar yang agung itu—sebagaimana jawaban terdahulu sangantlah ghaib malam jatuhnya. Namun demikian, Rasulullah SAW telah memberi petunjuk kepada ummatnya bahwa jatuhnya itu di antara malam-malam ganjil pada sepuluh hari Ramadhan terakhir. Maka tidak mustahil, jika diantara hari-hari itu setiap tahunnya akan berubah-ubah, sebagaimana dapat dicerna pula dari berbagai hadits yang berbeda-beda penjelasannya.
Kemungkinan berubah-ubah tersebut, jika dimaksudkan bahwa Lailatul Qadar itu merupakan sebutan dari suatu malam pada setiap bulan Ramadhan yang dahulu kala pernah bersamaan dengan peristiwa diturunkannya Al-Qur’an secara keseluruhan. Adapun jika dimaksudkan bahwa, Lailatul Qadar hanya semacam hari peringatan, maka tidak mungkin jatuhnya Lailatul Qadar itu akan berubah, bahkan sampai kiamat nanti.
Selain itu, nampaknya perlu kita sadari pula, bahwa tidak adanya kepastian pada malam tertentu tentang jatuhnya Lailatul Qadar ini, justru banyak membawa hikmah yang antara lain, untuk mandapatkan keutamaan dan berkah dari saat turunnya Lailatul Qadar itu, kaum Muslimin tidak hanya dengan bertekun ibadah semalam saja. Akan tetapi harus selama 10 malam terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dicontohkan Rasulullah SAW beserta keluarganya.
Oleh PANEL PENYELIDIKAN YAYASAN SOFA, NEGERI SEMBILAN

Kenangan Dakwah di Bumi Riau Indonesia
























kenangan di Riau Indonesia

Metodologi Pendidikan Dalam Al- Quran


Metodologi Fitrah / Alam segajat
            Jiwa manusia merupakan suatu peti yang terkunci rapat. Ia merupakan suatu teka – teki yang sulit dan mencabar akal fikiran manusia.Ahli – ahli falsafah serta pemikir dari zaman awal sehingga kini cuba untuk merungkai kunci yang masih belum terbuka, bagaimana pun mereka masih belum lagi Berjaya. Usaha – usaha berterusan hingga kini dan tamadun kini memberi perhatian yang besar kepada ilmu psikologi. Kajian yang telah dibuat oleh penyelidik dan beberapa intutusi ditubuhkan, teori – teori yang baru dikemukankan  dan banyak penulisan telah dihasilakan, sehingga manusia menyangka bahawa mereka telah Berjaya mengenali jiwa, memahami rahsia dan keunikannya. Ternyata ia merupakan pendapat – pendapat yang hanya bermula di awalan sahaja yang belum sampai kepada pengetahuan yang sebenar tentang kejiwaan dan tidak sampai ketahap yang ilmiah yang mantap.
            Mengetahui jiwa adalah sesautu perkara yang amat penting bagi dakwah, kerana dakwah berbicara dengannya. Apakah metodologi yang sesuai untuk mendidiknya dan apakah perundangan atau peraturan yang akan digunakan untuk membentuknya perlu diketahui.usaha – usaha yang dilakukan dalam bidang ini tanpa pengetahuan yang cukup mengenai jiwa itu sendiri, merupakan usaha – usaha yang sia kerana ia diasaskan kepada sangkaan semata – mata atau dibina atas dasar kesamaran.
            Metodologi al – Quran menyeru pakar jiwa menggunakan metodologi yang maha mengetahui mengenai rahsianya. Yang mengetahui apa yang dapat merosakanya dan apa yang dapat menyuburkannya . yang amat mengetahui sumber – sumber kekuatan dan kelemahannya sebagaimana firman Allah dala surah al-Mulk 67:13-14
“dan tuturkanlah perkataan kamu Dengan perlahan atau Dengan nyaring, (sama sahaja keadaannya kepada Allah), kerana Sesungguhnya Allah Maha mengetahui akan Segala (isi hati) Yang terkandung di Dalam dada.” “tidakkah Allah Yang menciptakan sekalian makhluk itu mengetahui (segala-galanya)? sedang ia Maha Halus urusan PentadbiranNya, lagi Maha mendalam PengetahuanNya!”
Metod al – Quran yang pertama di dalam mendidik jiwa ialah dengan mengembalikan kepada fitrah semulajadi yang suci membersihkan dari kekotoran warisan , persekitaran , kepercayaan yang karut marut dan ikutan. Asas fitrah semulajadi tersebutialah “ tauhid”. Jiwa akan maengenal Tuhannya tetapi kadang – kadang terhalang untuk sampai kepadannya disebabkan kejahilan, persekitaran dan ikutan. Bagaimana pun yang mendalam didalam jiwa tidak dapat menafikan keesaan Allah swt sebagai mana firman Allah  dalam surah  Al – A’araaf 7:172-173
“ dan (ingatlah Wahai Muhammad) ketika Tuhanmu mengeluarkan zuriat anak-anak Adam (turun-temurun) dari (tulang) belakang mereka, dan ia jadikan mereka saksi terhadap diri mereka sendiri, (sambil ia bertanya Dengan firmanNya): "Bukankah Aku Tuhan kamu?" mereka semua menjawab: "Benar (Engkaulah Tuhan kami), Kami menjadi saksi". Yang demikian supaya kamu tidak berkata pada hari kiamat kelak: "Sesungguhnya Kami adalah lalai (tidak diberi peringatan) tentang (hakikat tauhid) ini".
“ atau supaya kamu tidak mengatakan:" Sesungguhnya ibu bapa Kamilah Yang melakukan syirik dahulu sedang Kami ialah keturunan (mereka) Yang datang kemudian daripada mereka. oleh itu, Patutkah Engkau (Wahai Tuhan kami) hendak membinasakan Kami disebabkan perbuatan orang-orang Yang sesat itu?"
(setelah jelas kesesatan syirik itu) maka hadapkanlah dirimu (engkau dan pengikut-pengikutmu, Wahai Muhammad) ke arah ugama Yang jauh dari kesesatan; (turutlah terus) ugama Allah, Iaitu ugama Yang Allah menciptakan manusia (dengan keadaan bersedia dari semulajadinya) untuk menerimanya; tidaklah patut ada sebarang perubahan pada ciptaan Allah itu; itulah ugama Yang betul lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
            Bukti tentang fitrah itu ialah bahawa manusia secara semula jadinya merasakan ia berhajat kepada kuasa tertentu. Sinaran bimbingan dan ketenangan merupakan khendak perasaaan yang mendalam dalam diri manusia.Semoga fenomena penyembahan serta pemujaan kepada selain dari Allah adalah merupakan pelepasan kepada perasaan tersebut serta tindak balas kepada perasaan semulajadi itu, tetapi ia telah menyeleweng dari jalan yang lurus serta cara yang benar.
Keperluan ini jelas apabila manusia ditimpa kecelakaan serta sengsara. Apabila tersepit dan semua pintu dihadapanya tertutup, maka tercetuslah dalam hatinya penumpuan kepada kuasa yag semulajadi itu, bergantung kepadaNya dan memohon kepada – Nya . Manusia akan meminta pertolongan daripada – Nya dengan penuh ikhlas agar dilepaskan daripada kesengsaraan. Seorang pesakit yang terlalu menderita dengan penyakitnya,seorang ibu yang putus harapan melihat penderitaan anak nya apabila tidak ada lagi punca bantuan diatas muka bumi ini, maka mereka akan menghadap dengan sepenuh jiwa memohon kepada Allah s.w.t semata – mata tidak kepada yang selain dari – Nya.

Firman Allah dalam surah al – Israa 17:67

“dan apabila kamu terkena bahaya di laut, (pada saat itu) hilang lenyaplah (dari ingatan kamu) makhluk-makhluk Yang kamu seru selain dari Allah”.



Firman Allah dalanm surah Yunus 10:22

“ Dia lah Yang menjalankan kamu di darat dan di laut (dengan diberi kemudahan menggunakan berbagai jenis kenderaan); sehingga apabila kamu berada di Dalam bahtera, dan bahtera itu pula bergerak laju membawa penumpang-penumpangnya Dengan tiupan angin Yang baik, dan mereka pun bersukacita dengannya; tiba-tiba datanglah kepadanya angin ribut Yang kencang, dan mereka pula didatangi ombak menimpa dari Segala penjuru, serta mereka percaya Bahawa mereka diliputi oleh bahaya; pada saat itu mereka semua berdoa kepada Allah Dengan mengikhlaskan kepercayaan mereka kepadanya semata-mata (sambil merayu Dengan berkata): "Demi sesungguhnya! jika Engkau (Ya Allah) selamatkan Kami dari bahaya ini, Kami tetap menjadi orang-orang Yang bersyukur".


Seorang lelaki bertanya kepada Ja’far al Sadiq mengenai Allah, maka kata Ja’far, “ Pernahkah kamu belayar dilautan ? Jawab orang itu ya, maka kata Jaafar, pernahkah kamu dilanda taufan? Jawabnya lagi ya, maka kata jaafar lagi, Apaka pada waktu itu terlintas dalam hati kamu bahawa disana ada yang dapat menyelamatkan engkau kalau ia khendaki, Maka jawab orang itu , ya, maka kata Ja’far, Itulah Allah.”
Nabi Ibrahim a.s sebelum beliau diutuskan menjadi nabi adalah seorang yang mempunyai perasaan yang murni, jauh pandangan , bijak serta luas pemikirannya. Beliau dibesarkan ditengah golongan yang menyembah berhala. Perasaan semulajadi tidak dapat menerima perkara tersebutlalu ia berusaha untuk mencari Allah yang sebenarnya. Beliau meneliti alam segajat untuk mencari TuhanNya sehinggalah beliau menemuinya, jesteru itulah al – Quran menjadikan Nabi Ibrahim sebagai contoh orang yang mempunyai perasaan semulajadi yang murni. Perasaan yang tidak tercemar serta pemandangan yang tajam yang tidak dikaburi oleh sesautu. Ini membuktikan tentang ketulinan perasaan semulajadi didalam diri manusia tersebut.

Firman Allah dalam surah al – An’aam 6:75-79
“ dan Demikianlah Kami perlihatkan kepada Nabi Ibrahim kebesaran dan kekuasaan (Kami) di langit dan di bumi, dan supaya menjadilah ia dari orang-orang Yang percaya Dengan sepenuh-penuh yakin. maka ketika ia berada pada waktu malam Yang gelap, ia melihat sebuah bintang (bersinar-sinar), lalu ia berkata: "Inikah Tuhanku?" kemudian apabila bintang itu terbenam, ia berkata pula: "Aku tidak suka kepada Yang terbenam hilang". kemudian apabila dilihatnya bulan terbit (menyinarkan cahayanya), Dia berkata: "Inikah Tuhanku?" maka setelah bulan itu terbenam, berkatalah dia: "Demi sesungguhnya, jika Aku tidak diberikan petunjuk oleh Tuhanku, nescaya menjadilah Aku dari kaum Yang sesat". kemudian apabila Dia melihat matahari sedang terbit (menyinarkan cahayanya), berkatalah dia: "Inikah Tuhanku? ini lebih besar". setelah matahari terbenam, Dia berkata pula: ` Wahai kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri (bersih) dari apa Yang kamu sekutukan (Allah dengannya). "Sesungguhnya Aku hadapkan muka dan diriku kepada Allah Yang menciptakan langit dan bumi, sedang Aku tetap di atas dasar Tauhid dan bukanlah Aku dari orang-orang Yang menyekutukan Allah (dengan sesuatu Yang lain)".

Kepercayaan kepada Allah bukanlah suatu kelebihan pemikiran , nukan sesautu yang menempel dalam jiwa, bukan sesautu yang terpisah dari kehidupan dan ia bukanlah satu fenomena ketakutan atau kelemahan, malahan ia merupakan satu fitrah semula jadi yang dibekalkan oleh Allah, Ia merupakan satu keperluan yang dituntut oleh jiwa dan roh manusia. Kalau tidak dipenuhi ia akan kekosongan dan merupakan keruntuhan perasaan dalaman yang tidak dapat dibangunkan lagi, seperti gejala kegelisahan yang dihadapi oleh masyarakat Atheis, begitu juga kes membunuh diri, menjadi gila serta tidak siuman, meluaskan kepercayaan khurafat serta amalan – amalan seperti menilik nasib dan berhubung dengan roh – roh si mati merupakan tanda – tanda kekosongan jiwa.
            Kepercayaan kepada Allah merupakan suatu sumber kekuataan paling besar bagi seorang mukmin, yang menghubungkannya dengan kekuaataan Allah ysang tiada tandingan. Allah memberikan kepadanya pertolongan yang tidak putus disamping memberikan perlindungan kepadanya. Ia bukanlah sesautu yang khurafaat, sangkaan atau khayalan, malah ia merupakan diantara hakikat kejadian ala mini. Ia adalah sunnah Allah yang abadi dan diantar4a fenomena yang ketara dalam kewujudan ini . Al- Quran menekan perkara ini, memantapkan asasnya serta mendidik orang Islam berpeggang dengannya sehingga ia merupakan suatu yang dirasai dalam diri orang Islam yang seolah – olah dapat disentuh , dilihat oleh indera. Ia merupakan matlamat utama bagi segala risalah di samping ia merupakan dakwah yang menjadi seruan seluruh Anbia’ dan Rasul.

Firman Allah dalam surah Al – Anbiyaa’ 21:25
“dan Kami tidak mengutus sebelummu (Wahai Muhammad) seseorang Rasul pun melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahawa Sesungguhnya tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Aku; oleh itu, Beribadatlah kamu kepadaku".

Inilah matlamat penciptaan makhluk disamping matlamat kewujudan ini . Firman Allah dalam surah Adz Dzaariyaat 51:56-57
“dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan untuk mereka menyembah dan beribadat kepadaKu. Aku tidak sekali-kali menghendaki sebarang rezeki pemberian dari mereka, dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepadaKu.”


Sebelum al _Quran diturunkan manusia hidup bergelumbangan dengan  penyembahan berhala dan syirik kepada Allah . Mereka menggunakan berbagai berhala dan patung dan ada pula yang mendakwa tuhan mempunyai anak. Bagi kalangan masyarakat Arab anak tuhan bagi mereka ialah Uzair dan kalangan orang – orang Nasrani pula  ialah Nabi Isa. Agama Islam jelas mengemukakan akidahnya secara terang dan jelas, tanpa kekeliruaan  dan tanpa bercanggah dengan logika dan pemikiran, sementara itu dalam usaha membawa alas an serta bukti, al Quran tidak menggunakan logika yang rumit, dan bukan kefahaman berpandukan akal semata – mata, tetapi sebaliknya ia menggunakan alas an yang mudah yang dapat menembusi fikiran dan hati. Alasan yang dapat menyentuh fikiran serta perasaan , disamping mengemukakan hujjah yang kuat serta bernas yang tidak memerlukan perdebatan . Alasan yang jelas maka manusia menerima atau menolak.

Firman Allah dalam surah al – Ikhlas 112 :1-4
“ Katakanlah (Wahai Muhammad): "(Tuhanku) ialah Allah Yang Maha Esa; "Allah Yang menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat; "Ia tiada beranak, dan ia pula tidak diperanakkan; "Dan tidak ada sesiapapun Yang serupa denganNya".


Kemudian al – Quran membentangkan dalil atau keterangan , firman Allah dalam surah al –Mukminun 23:91





“Allah tidak sekali-kali mempunyai anak, dan tidak ada sama sekali sebarang Tuhan bersamaNya; (Kalaulah ada banyak Tuhan) tentulah tiap-tiap Tuhan itu akan Menguasai dan menguruskan Segala Yang diciptakannya Dengan bersendirian, dan tentulah setengahnya akan bertindak mengalahkan setengahnya Yang lain. Maha suci Allah dari apa Yang dikatakan oleh mereka (yang musyrik) itu”

Begitu juga firman Allah dalam surah al –Anbiya 21:21-22


Adakah benda-benda dari bumi Yang mereka jadikan tuhan-tuhan itu, dapat menghidupkan semula sesuatu Yang mati? kalau ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan Yang lain dari Allah, nescaya rosaklah pentadbiran kedua-duanya. maka (bertauhidlah kamu kepada Allah Dengan menegaskan): Maha suci Allah, Tuhan Yang mempunyai Arasy, dari apa Yang mereka sifatkan.”

Sebagai menjawab kepada orang – orang Nasrabni yang kesamaran tentang kelahiran Nabi Isa a.s., al Quran telah menceritakan kisah kelahirannya dan menyatakan bahawa kalau ia dilahirkan tanpa ayah maka sebelum ini Allah telah menjadikan Nabi Adam tanpa ayah dan ibu. Firman Allah dalam surah Ali Imraan 3:59
“ Sesungguhnya Perbandingan (kejadian) Nabi Isa di sisi Allah adalah sama seperti (kejadian) Nabi Adam. Allah telah menciptakan Adam dari tanah lalu berfirman kepadanya: "Jadilah engkau!" maka menjadilah ia.”
Pendekatan al – Quran tidak bersikap mengelak atau berdebat, al –Quran dengan tujuan memberi kepuasaan telah mengambil kira pendekataan dengan menimbulkan cirri – cirri kebaikan serta menyentuh keimanan yang tersemai dalam diri. Firman Allah dalam surah Ali Imraan 3:61
“ kemudian sesiapa Yang membantahmu (Wahai Muhammad) mengenainya, sesudah Engkau beroleh pengetahuan Yang benar, maka Katakanlah kepada mereka: "Marilah kita menyeru anak-anak Kami serta anak-anak kamu, dan perempuan-perempuan Kami serta perempuan-perempuan kamu, dan diri Kami serta diri kamu, kemudian kita memohon kepada Allah Dengan bersungguh-sungguh, serta kita meminta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yang berdusta".

Ayat ini juga ayat sebelumnya, diturunkan – sempena rombongan dari daerah Najran. Mereka adalah suku Arab yang memeluk agama Kristian dan tunduk kepada kekuasaan Rome.Orang Rome telah membina bagi mereka gereja – gereja serta membekalkan mereka dengan makanan dan harta benda. Apabila nabi menghantar utusan kepada mereka pada tahun ke 9 Hijrah, menyeru mereka memeluk agama Islam, mereka telah menghantar satu rombongan untuk menemui Rasulullah yang terdiri dari ketua – ketua agama mereka untuk berbincang dengan nabi. Apabila mereka sampai ke Madinah maka Nabi menyeru kepada mereka untuk memeluk Islam, maka mereka berkata, “ Kami telah memeluk agama Islam sebelum engkau lagi”. Maka jawab Rasulullah, Kamu terhalang dari agama Islam kerana kamu mendakwa bahawa Tuhan mempunyai anak”, maka Tanya mereka, kalau begitu siapa bapanya”. Bersempena dengan ini turunlah ayat al – Quran dalam surah Ali Imran . Apabila Rasul membacakan ayat tersebut kepada mereka, mereka enggan menerimanya dan mereka tidak berpuas, lalu Rasulullah menyeru mereka untuk beribtihal kepada Allah seperti yang dianjurkan oleh al Quran . Seruan ini memberi kesan yang besar terhadap diri mereka, mereka telah dikembalian kepada fitrah semulajadi mereka. Tidak ada lagi perasaan bimbang untuk menganut agama Islam kecuali takut akan kehilangan kekuasaan serta penarikan bantuan dari orang – orang Rome . Mereka berbincang sesame mereka, kata mereka ;
            “ Demi Allah wahai kaum Nasrani! Kamu sekalian tahu bahawa Muhammad itu adalah utusan Allah. Ia membawa kepada kamu berita pemutus tentang Nabi kamu. Kamu sekalian tahu bahawa tiada ada suatu kaum pun yang melaknatkan nabi akan selamat,sekiranya kamu masih lagi berpeggang dengan agama kamu dan masih memandang Nabi kamu kamu seperti yang kamu katakan, maka hendaklah kamu berdamai dengan orang ini ( Nabi ) dan baliklah ketempat kamu.
Kata – kata ini menunjukan betapa ayat – ayat al –Quran meninggalkan kesan keatas mereka serta kesan beribtihal kepada Allah dengan membawa kebenaran. Al – Quran telah menyentul hati serta menembusi fitrah semulajadi mereka. Hal ini tidak mampu dilakukan dengan perdebatan. Mereka telah berdamai dengan Rasulullah dan tidak mengancam baginda kembali. Jesteru baginda telah menghormati mereka dan telah membenarkan mereka bersolat dimasjidnya serta baginda memenuhi permintaan supaya mengutuskan Abu Ubaidah bin al – Jarrah untuk menjadi hakim ditempat mereka bagi memutuskan beberapa perselisihan yang timbul disana.

2.Alam sejagat
Al – Quran mengajak manusia supaya memerhati serta merenungi tanda – tanda kebesaran Allah yang ada dibumi dan dilangit, Alam ini merupakan bahan untuk berfikir, sebagai lembaran buku pengetahuan disamping menjadi bukti bagi kesatuan pentadbiran dan peraturan. Apabila hati kita terbuka melihat hakikat kewujudan ini, akan terasa seperti berhadapan dengan penyelarasan yang mutlak, keindahan yang mempersonakan serta pentadbiran yang mengkagumkan.
            Ilmu sains morden telah Berjaya menyingkap rahsia kewujudan dilangit dan dibumi. Ia merupakan sesautu yang mengkagumkan pemikiran manusia, mahu atau tidak ia akan mengakui tentang kesatuan pentadbirannya dan peraturan – peraturannya.Firman Allah dalam surah Fussilat 41:53
Kami akan perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di merata-rata tempat (dalam alam Yang terbentang Luas ini) dan pada diri mereka sendiri, sehingga ternyata jelas kepada mereka Bahawa Al-Quran adalah benar. belumkah ternyata kepada mereka kebenaran itu dan belumkah cukup (bagi mereka) Bahawa Tuhanmu mengetahui dan menyaksikan tiap-tiap sesuatu?

3.
Metodologi Pengetahuan








Metodologi al –Quran didalam pendidikan berasaskan kepada hakikat kesatuan dalam alam ini. Kesatuan Allah yang disembah, kesatuan peraturan yang meliputi semua kewujudan di alam ini, kesatuan tenaga yang menjadi sumber peraturan tersebu serta patuh kepadanya. Kesatuan umat yang beriman kepada agama ini.kesatuan tempat lahirdan tempat kembali. Kesatuan yang menyeluruh ini merupakan asas akidah didalam al _Quran dan ia menentukan pengertian kesatuan secara sempurna. Ia juga menentukan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, hubungan manusia dengan alam serta segala yang terdapat di dalamnya.keyakinan kepada kesatuan dalam pengertian ini merupakan jalan kearah kekuataan jiwa yang tersembunyi. Memurnikan dorongannya, menjauhkan dari ikatan hawa nafsu yang membelenggu serta berjaya mengalahkan punca- punca kelemahan.
            Pengakuan keesaan adalah suatu fitrah yang harus diberikan pengertian serta ruang lingkupnya.jiwa harus mengetahui Tuhannya yang sebenarnya.mengetauhi nama dan sifatnya dan perbuataNya sehingga tenang berlindung dibawahnya, dengan itu ia akan menyembah denan kesedaran, cinta dan keyakinan.untuk itu al – qurantelah mengemukakan maklumat dan pengetahuan yang memenuhi matlamat tersebut dan memberikan penjelasan yang paling luas dan sempurna. Bertolak dari titik pengakuan keesaan yang murni yang tidak dicampuri oleh sebarang syak wasangka atau kekeliruan, menafikan secara mutlak setiap prasangka yang membawa pengertian adanya sekutu serta anak kepada-Nya sebagaimana firman Allah dalam surah al ikhlas 112 :1-4
“Katakanlah (Wahai Muhammad): "(Tuhanku) ialah Allah Yang Maha Esa; "Allah Yang menjadi tumpuan sekalian makhluk untuk memohon sebarang hajat; "Ia tiada beranak, dan ia pula tidak diperanakkan;"Dan tidak ada sesiapapun Yang serupa denganNya".

Al –Quran mewujudkan hubungan secara langsung antara Allah dan hambanya, tanpa memerlukan kepada rahib atau perantaraan .Dia adalah yang paling hampir dengan hambanya. Dia mendengar doa hambanya seterusnya akan memenuhi permintaa hambanya. Tidak ada sesautu yang rumit untuk ditanggapi, atau teka teki yang memerlukan kepada pakar untuk menghuraikannya atau memerlukan syafaat yang dikuasai oleh wali – wali atau orang – orang suci. Firman Allah swt dalam surah al –Bakarah 2:186
“dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu mengenai Aku maka (beritahu kepada mereka): Sesungguhnya Aku (Allah) sentiasa hampir (kepada mereka); Aku perkenankan permohonan orang Yang berdoa apabila ia berdoa kepadaKu. maka hendaklah mereka menyahut seruanku (dengan mematuhi perintahKu), dan hendaklah mereka beriman kepadaKu supaya mereka menjadi baik serta betul”

Bersambung.......