Semangat Perjuangan

Sesiapa yang hendak mengetahui kedudukannya di sisi Allah maka lihatlah kedudukan Allah di dalam hatinya. Sesungguhnya Allah SWT meletakkan kedudukan hambanya di sisiNya sebagaimana hamba meletakkaNya di dalam dirinya."

Jumaat, 28 September 2012

Korban

Perkataan korban diambil daripada Bahasa Arab iaitu “ Qurban” yang membawa maksud menghampirkan diri atau mendekatkan diri iaitu segala bentuk ketaatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Perkataan Qurban adalah sinonim dengan perkataan “al-Udhhiyah” yang bermaksud “sembelihan”. Dari segi syara’ pula, ia memberikan pengertian  “menyembelih binatang yang dikhususkan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan pada waktu yang tertentu”. Ibadah korban dilakukan untuk menunjukkan tanda kesyukuran kepada Allah di atas segala nikmatnya, dipanjangkan umur kesejahteraan  akal fikiran dan agama sebagai ikutan kepada peristiwa Nabi Ibrahim ketika hendak menyembelih anaknya Ismail yang diadaptasikan semula oleh junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w. dalam syariatnya. Pensyariatan ibadah korban ini telah dijelaskan oleh Allah (s.w.t) didalam firmanNya dalam surah al-Kauthar yang bermaksud: “Maka  sembahlah Tuhan engkau dan berkorbanlah”. Kalimah “dan berkorbanlah” atau “wanhar” dalam ayat ini boleh diertikan dengan sembelihan yang dilakukan selepas solat Hari Raya Aidil Adha. Didalam ayat ini, perintah untuk melakukan korban diterangkan secara berturut selepas perintah sembahyang. Ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah korban sehingga Allah memilih untuk meletakkannya seiring dengan kewajiban sembahyang. Perkara ini dikuatkan lagi dengan munajat Nabi Ibrahim yang diceritakan oleh Allah dalam firmanNya yang bermaksud, “ Sesungguhnya solatku, sembelihanku, hidupku serta matiku hanyalah untuk Allah tuhan semesta alam”. ( al-An’am : 163) Pensyariatan mengenai ibadah korban tersebut mempunyai falsafahnya yang tersendiri iaitu bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan mengalirkan darah melalui ibadah tersebut.  Konsep korban yang dijelaskan oleh syariat jika dilihat secara terperinci mempunyai beberapa rahsianya yang tersendiri yang tidak dapat dinilai melalui penglihatan mata kasar.Konsep ta’abbudiyah yang dijelaskan dalam ibadah korban ini hanyalah sebagai salah satu daripada hakikat memperhambakan diri kepada Allah kerana konsep ini jika dihayati adalah mencakupi seluruh syariat itu sebenarnya. Islam sebagai agama yang agung diatas muka bumi ini senantiasa menganjurkan umatnya  untuk berkorban ke jalan Allah tanpa  mengira waktu senang atau susahnya. Apa yang penting seseorang itu mestilah bersiap sedia untuk berkorban dengan seluruh dirinya dan jiwa raganya sepertimana firman Allah yang bermaksud “ Berjuanglah kamu dengan harta dan dirimu (jiwa raga ) kejalan Allah, itu yang paling baik untuk kamu kalau kamu mengetahui” ( al-Taubah: 41). Ayat ini memerintahkan kepada kita untuk berjihad kepada Allah  melalui dua cara  iaitu melalui diri dan juga melalui harta. Jadi ibadah korban ini juga termasuk didalam ibadah yang berteraskan kepada harta yang memerlukan kepada kemampuan dari segi  kewangan untuk melaksanakannya.Oleh itu saranan ini juga adalah untuk mengikis sifat bakhil dan kedekut yang ada pada jiwa seseorang dan  melatihnya  supaya ikhlas dalam melakukan sesuatu ibadah. Selain daripada itu ibadah korban juga melatih diri dalam melahirkan individu yang berani. Tanpa keberanian sesuatu ibadah dan tuntutan Ilahi yang berbentuk pencegahan sudah pasti tidak akan terlaksana. Keberanian ini diaplikasikan di dalam ibadah tersebut dimana orang yang melakukan ibadah korban tersebut disunatkan untuk menyembelih sendiri binatang yang dikorbankannya dan jika ini tidak dapat dilakukan maka disunatkan juga untuk dia melihat dengan mata kepalanya sendiri darah yang mengalir keluar daripada binatang tersebut. Keberanian ini jika dilihat bukannya tertumpu kepada ibadah ini sahaja tetapi terdapat juga dalam ibadah-ibadah lain seperti berjihad di medan peperangan yang memerlukan kepada keberanian untuk memacu kuda, bermain senjata, memanah dan sebagainya. Konsep kerjasama  juga dititikberatkan dalam pensyariatan tersebut dimana ianya didapati melalui kerjasama semasa melakukan penyembelihan binatang korban tersebut. Kerjasama masyarakat yang menjadi amalan masyarakat Islam sebenarnya menjadi asas kepada mewujudkan masyarakat yang sihat dan saling bermuafakat dalam gerak kerja sama ada berkerjasama dalam melakukan perkara al-Ma’ruf atau  mencegah daripada melakukan perkara yang mungkar. Konsep lain yang juga diterapkan disini adalah mengenai  hakikat perkongsian yang diterapkan melalui perkongsian tujuh bahagian binatang yang boleh dikorbankan. Pengkongsian yang dianjurkan oleh Islam itu bukannya sekadar berkongsi semata-mata dalam satu bahagian daripada tujuh bahagian bahkan menekankan kepada perkongsian tentang cara pengagihan supaya tidak berlaku ketidak adilan dan berat sebelah dalam mengagihkan daging binatang sembelihan. Persepakatan dalam ibadah ini juga  nantinya akan melahirkan  sifat toleransi dalam masyarakat dimana seseorang dalam bahagiannya akan bertolak ansur dengan yang lainnya dan meredhai antara satu sama lain  tanpa mempertikaikan tentang banyak atau kurangnya bahagian yang diterima. Pendek kata  amalan korban tersebut bukannya untuk melahirkan manusia yang mementingkan diri sendiri,ego dan sebagainya tetapi adalah untuk mewujudkan ikatan ukhuwwah  dan menjalin kerjasama antara masyarakat setempat untuk melahirkan ummah yang utuh  demi kepentingan agama yang dicintai.

Khamis, 27 September 2012

Ada apa dengan pernikahan

Ada Apa Dibalik Pernikahan ? Nikah. Untuk satu kata ini, banyak pandangan sekaligus komentar yang berkaitan dengannya. Bahkan sehari-hari pun, sedikit atau banyak, tentu pembicaraan kita akan bersinggungan dengan hal yang satu ini. Tak terlalu banyak beda, apakah di majelisnya para lelaki, pun di majelisnya wanita. Sedikit diantara komentar yang bisa kita dengar dari suara-suara di sekitar, diantaranya ada yang agak sinis, yang lain merasa keberatan, menyepelekan, atau cuek-cuek saja. Mereka yang menyepelekan nikah, bilang "Apa tidak ada alternatif yang lain selain nikah ?", atau "Apa untungnya nikah?". Bagi yang merasa berat pun berkomentar "Kalau sudah nikah, kita akan terikat alias tidak bebas", semakna dengan itu "Nikah ! Jelasnya bikin repot, apalagi kalau sudah punya anak". Yang lumayan banyak 'penggemarnya' adalah yang mengatakan "Saya pingin meniti karier terlebih dahulu, nikah bagi saya itu gampang kok". Terakhir, para orang tua pun turut memberi nasihat untuk anak-anaknya "Kamu nggak usah buru-buru menikah, cari duit dulu yang banyak". Ironisnya bersamaan dengan banyak orang yang 'enggan' nikah, ternyata angka perzinaan atau 'kecelakaan" semakin meninggi ! Itu beberapa pandangan orang tentang pernikahan. Tentu saja tidak semua orang berpandangan seperti itu. Sebagai seorang muslim tentu kita akan berupaya menimbang segalanya sesuai dengan kaca mata islam. Apa yang dikatakan baik oleh syariat kita, pastinya baik bagi kita. Sebaliknya, bila islam bilang sesuatu itu jelek pasti jelek bagi kita. Karena pembuat syariat, yaitu Allah adalah yang menciptakan kita, yang tentu saja lebih tahu mana yang baik dan mana yang buruk bagi kita. Persoalan yang mungkin muncul di tengah masyarakat kita sehingga timbul berbagai komentar seperti di atas, tak lepas dari kesalahpahaman atau ketidaktahuan seseorang tentang tujuan nikah itu sendiri. Nikah di dalam pandangan islam, memiliki kedudukan yang begitu agung. Ia bahkan merupakan sunnah (ajaran) para nabi dan rasul, seperti firman Allah : "dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan" (QS Ar-ra'd : 38) Sedikit memberikan gambaran kepada kita, nikah di dalam ajaran islam memiliki beberapa tujuan yang mulia, diantaranya : Nikah dimaksudkan untuk menjaga keturunan, mempertahankan kelangsungan generasi manusia. Tak hanya untuk memperbanyak generasi saja, namun tujuan dari adanya kelangsungan generasi tersebut adalah tetap tegaknya generasi yang akan membela syariat Allah, meninggikan dienul islam , memakmurkan alam dan memperbaiki bumi. Memelihara kehormatan diri, menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, sekaligus menjaga kesucian diri. Mewujudkan maksud pernikahan yang lain, seperti menciptakann ketenangan, ketenteraman. Kita bisa menyaksikan begitu harmoninya perpaduan antara kekuatan laki-laki dan kelembutan seorang wanita yang diikat dengan tali pernikahan, sungguh merupakan perpaduan yang begitu sempurna. Pernikahan pun menjadi sebab kayanya seseorang, dan terangkatnya kemiskinannya. Nikah juga mengangkat wanita dan pria dari cengkeraman fitnah kepada kehidupan yang hakiki dan suci (terjaga). Diperoleh pula kesempurnaan pemenuhan kebutuhan biologis dengan jalan yang disyariatkan oleh Allah. Sebuah pernikahan, mewujudkan kesempurnaan kedua belah pihak dengan kekhususannya. Tumbuh dari sebuah pernikahan adanya sebuah ikatan yang dibangun di atas perasaan cinta dan kasih sayang. "Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir" (QS Ar Ruum : 21) Itulah beberapa tujuan mulia yang dikehendaki oleh Islam. Tentu saja tak keluar dari tujuan utama kehidupan yaitu beribadah kepada Allah.